Skip to main content

FINDING DORY (2016) REVIEW : The Sidekick Character Got Her Home


Pixar memiliki rekam jejak tak menyenangkan ketika menggarap sebuah sekuel dari film animasi orisinilnya. Cars 2 adalah produk film animasi milik Pixar yang menjadi sebuah bahan renungan atas jatuhnya kualitas cerita film milik mereka. Tetapi, tak sedikit juga produk keluaran Pixar yang memiliki kualitas maksimal sebagai sebuah film sekuel seperti yang dilakukan oleh Toy Story. Filmnya semakin meningkat di setiap serinya dan Toy Story 3 pun memiliki intensitas cerita dan emosional sangat besar di dalamnya. 


Maka, tahun ini datanglah sebuah sekuel film animasi orisinil milik Pixar yang sudah menjadi salah satu film legenda di dalam daftar mereka. Dengan jarak 13 tahun, Pixar memutuskan untuk meneruskan cerita dari Finding Nemo. Tetapi, kali ini yang mendapatkan sorotan lebih adalah karakter pendukung di dalam Finding Nemo yaitu Dory. Keberadaannya di dalam Finding Nemo adalah sebuah celah untuk lebih diperdalam lagi. Karena Dory memiliki keunikan dan latar belakang yang terlihat berpotensi untuk dijadikan sebuah film animasi durasi penuh 90 menit dengan judul Finding Dory.

Tentu, keberadaan Finding Dory sebagai sebuah film sekuel mendapatkan sangsi yang besar sekaligus perasaan gembira bagi penikmatnya. Memberikan sebuah cerita lanjutan bagi salah satu karya legendaris dari Pixar jelas akan dipenuhi akan sebuah ekspektasi yang besar. Sekaligus, penonton akan merasakan ketakutan akan penurunan kualitas dibandingkan dengan Finding Nemo. Andrew Stanton pun mengemban tugas yang berat untuk mengarahkan Finding Dory menjadi sebuah animasi dengan kualitas serupa dengan Finding Nemo. Dan, usaha Andrew Stanton pun menghasilkan sesuatu yang gemilang.


Secara garis besar cerita, Finding Dory mungkin masih menggunakan template yang serupa yaitu sebuah pencarian karakter di dalam filmnya. Tetapi, hal itu adalah sebuah kekonsistenan dari judul film yang diarahkan oleh Andrew Stanton yang menggunakan kata ‘finding’ atau mencari. Finding Dory menceritakan bagaimana sosok Dory (Ellen DeGeneres) yang selama setahun ini hidup dengan Nemo (Hayden Rylance) dan Ayahnya, Marlin (Albert Brooks). Tetapi, ketika setahun itu, Dory teringat kembali tentang seseorang di masa lalunya yaitu keluarganya sendiri.

Dory memiliki penyakit jangka ingatan pendek yang sangat menyusahkan dirinya untuk mengingat sesuatu. Tetapi, sebuah kilas balik menyerang pikirannya dan mengantarkannya ke dalam ingatan tentang kedua orang tuanya. Dory pun pergi mencari orang tuanya yang sudah lama ditinggalkan olehnya.  Petualangan-petualangan baru pun dialami oleh Dory. Tetapi,  petualangan itu tak hanya dialami oleh Dory seorang. Karena Marlin dan Nemo membantu Dory untuk menemukan keluarganya. 


Sebagian besar plot cerita Finding Dory mungkin terkesan sama. Hal itulah yang menjadi perhatian utama dari penonton yang sudah siap siaga jika akhirnya presentasi akhir dari Finding Dory harus berada di bawah ekspektasi mereka. Hanya saja, kekhawatiran itu ternyata ditepis oleh Andrew Stanton dan tim yang berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan sesuatu yang berbeda di dalam Finding Dory yang bisa membuatnya memiliki performa yang sama dengan Finding Nemo.

Finding Dory memiliki susunan plot yang sama dengan film-film petualangan lainnya. Penyusunan misteri dan konflik beserta petunjuk-petunjuknya yang disusun untuk dapat menyelesaikan filmnya dengan baik. Jika dibandingkan dengan Finding Nemo, karya milik Andrew Stanton kali ini memiliki nada cerita yang lebih menyenangkan. Ada semangat untuk menjadikan film animasinya dapat dikonsumsi oleh segmentasinya yaitu anak-anak. Sehingga, Finding Dory berubah tampilan menjadi presentasi film animasi yang ringan.

Tetapi, Andrew Stanton tak serta merta menjadikannya sebagai sebuah film yang ringan begitu saja tanpa ada faktor lain yang membuat Finding Dory menjadi spesial. Ada sebuah injeksi emosi yang begitu kuat di beberapa bagian sehingga Finding Dory masih juga memiliki semangatnya sebagai film rilisan Pixar. Pun, Finding Dory sebagai sebuah film animasi tak hanya menyerang anak-anak sebagai target pasarnya. Andrew Stanton berusaha membuat Finding Dory memiliki sebuah kemasan dan pesan universal yang dapat dinikmati oleh semua kalangan. 


Keistimewaan dari Finding Dory lainnya adalah banyaknya karakter-karakter baru yang sangat banyak. Karakter-karakter tambahan itu memiliki porsi mereka sendiri yang pas sehingga mereka tak hanya sebagai pemenuh layar saja, tetapi juga sebagai pion penggerak cerita yang efisien. Keunggulannya lagi, Andrew Stanton berhasil mengenalkan karakter-karakter tambahan tersebut menjadi sebuah karakter yang disukai oleh penontonnya. Sebut saja Destiny dan Bailey, yang secara tak langsung akan membekas di pikiran penontonnya.

Finding Dory pun memberikan sebuah gambaran tentang kebahagiaan yang sangat sederhana. Finding Dory menampilkan berbagai macam karakter-karakter disfungsional yang menemukan sebuah kesempurnaan dari kehidupan mereka. Hal tersebut datang dari keluarga, entah keluarga secara biologis atau pun sahabat terdekat. Juga, Andrew Stanton menggunakan Finding Dory sebagai medium penyampaian pesan tentang menjadi spesial meski memiliki kekurangan. Terlihat dari karakter Dory yang malah menjadi kiblat karakter lain untuk menentukan perilaku mereka. 


Dan, Andrew Stanton beserta tim berhasil mengemas Finding Dory tak hanya memiliki visual yang sudah tak diragukan lagi, tetapi juga memiliki performa yang sangat baik. Finding Dory memiliki semangat bersenang-senang dengan berbagai pesan penting yang berusaha disampaikan kepada penontonnya. Pun, Andrew Stanton tak lupa untuk memberikan sebuah injeksi emosi di dalam filmnya meski Finding Dory memiliki plot yang memang tak baru lagi. Hanya saja, Finding Dory berhasil untuk mengemas formula usang itu menjadi sebuah sajian yang segar dan hangat ditonton bersama keluarga.

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following