Skip to main content

ZOOTOPIA (2016) REVIEW : Animation Fable Full Of Social Issue


Banyak sekali cara yang dilakukan oleh perfilman hollywood untuk berusaha menyindir isu sosial dan politik tetapi dengan pemilihan medium yang berbeda. Medium itu adalah lewat genrefilm yang dipilih oleh sang sutradara untuk menumpulkan sensitifitas dari isu tersebut. Dan salah satu rumah produksi film animasi terbesar di Hollywood, Walt Disney Studios pun berusaha untuk menyindir beberapa isu sosial lewat film-film animasinya. Tetapi, tak melupakan segmentasi dari sebuah film animasi agar memiliki kemasan yang menarik dan menyenangkan.
 
Dan tahun ini, Disney Studiosdatang dengan sebuah fabel animasi tiga dimensi berjudul Zootopia. Pemilihan terminologi Zootopiaini pun menjadi sebuah satu istilah yang menarik untuk diteliti. Zootopia seperti sebuah gambaran keadaan dunia yang sedang mengalami distopia atau paska kehancuran di mana para binatang berevolusi sehingga mengalami pergeseran fungsional menjadi sosok manusia dengan segala kodratnya.  

Proyek yang diarahkan oleh Byron Howard dan Rich Moore ini tak hanya memiliki terminologi judul yang menarik, tetapi juga memiliki konflik cerita yang mengangkat isu kaum minoritas dan problematika ras. Pintarnya, Byron Howard dan Rich Moore tahu untuk mengemas filmnya menjadi sebuah film animasi universal dan dapat dinikmati oleh segala usia. Sehingga, Zootopia adalah sebuah film fabel animasi tiga dimensi satir yang tak hanya penuh dengan intrik, tetapi penuh dengan petualangan buddy-cop penuh misteri  yang menyenangkan. 


Pada rekaan dunia milik Zootopia, para binatang berevolusi dan tak sesuai dengan kodratnya. Binatang yang terbagi menjadi dua kelas, predator dan victim, dapat hidup berpasangan dan menjalani kehidupannya dengan tenang. Dengan adanya evolusi tersebut, tak memungkinkan bahwa setiap kelas binatang memiliki mimpinya.  Itu pun yang terjadi pada Judy Hopps (Ginnifer Goodwin), kelinci kecil yang berkeinginan untuk menjadi seorang polisi.

Hal itu bertentangan dengan norma yang ada bahwa seorang kelinci kecil tak bisa kuat menjadi seorang polisi. Nyatanya, dia lolos menjadi seorang polisi dan ditugaskan ke pusat kota Zootopia. Kota tersebut sedang mengalami teror yang menyebabkan 14 mamalia hilang dari kota. Judy yang pada awalnya hanya ditugaskan sebagai tugas penjaga parkir, mengajukan diri sebagai detektif untuk menemukan 14 mamalia tersebut. Dibantu oleh Nick Wilde (Jason Bateman), rubah licik yang pada awalnya hanya menjadi informan tentang 14 mamalia hilang tersebut. 


Isu minoritas dan ras di dalam film ini menjadi satu poin penting yang perlu digarisbawahi oleh penontonnya. Meskipun, hal tersebut tak terlalu dibahas serius karena Byron Howard dan Rich Moore menggunakan genre film animasi yang dapat menumpulkan isu sosial yang sensitif itu. Juga, Zootopia mencari keseimbangan di dalam plot ceritanya agar film animasi ini masih memiliki unsur yang menyenangkan dengan subplot cerita petualangan yang seru.

Tetapi di samping unsur-unsur seru yang mereka gunakan di dalam film ini, banyak sekali pesan yang ingin mereka sampaikan lewat naskah dan juga gambaran karakternya. Isu stereotyping, pengakuan seorang minoritas, dan masalah-masalah rasial yang menjadi sesuatu yang relevan di dalam film ini. Meskipun film ini adalah film animasi, Zootopia memiliki tujuan dan motivasi yang kuat tentang urgensi hadirnya film ini. Apalagi, masalah minoritas sebuah kaum yang sebenarnya adalah masalah lama yang selalu hadir di setiap generasi.

Adanya stratifikasi sosial di dalam suatu ras yang menyebabkan hal itu menjadi suatu budaya yang turun temurun dalam menjalankan fungsi mereka inilah yang berusaha mereka angkat. Hal itulah yang berusaha digambarkan oleh Byron Howard dan Rich Moore lewat karakter-karakternya. Dengan penggunaan klasifikasi binatang menjadi dua kelas ini agar mempermudah penggambaran dan tidak menyerang suatu kaum tertentu. Maka, Zootopiabukan hanya sebuah film animasi bersenang-senang tetapi ada tujuan jelas yang berusaha diperjuangkan di dalam filmnya.  


Meski dengan pesan-pesan yang cenderung sangat pretensius dan serius, Byron Howard dan Rich Moore tak lupa bahwa secara garis besar segmentasi sebuah film animasi adalah untuk anak-anak. Sehingga, Zootopia masih menyajikan komedi-komedi segar lewat karakter Flash, seekor kukang, yang dapat menimbulkan tawa sangat besar. Pun, hal itu juga tak jauh-jauh dari sebuah sindiran yang diselipkan tetapi sekali lagi ditumpulkan sebagai sebuah candaan yang menimbulkan tawa luar biasa.

Di mana Flash digambarkan sebagai petugas yang sedang bekerja di sebuah korporasi milik negara.
Flash digambarkan sebagai seorang kukang memiliki suatu hal kontradiktif dengan nama dan juga tempat ia bekerja. Kukang yang terkenal sebagai hewan malas memiliki nama Flash yang memiliki arti cepat ini adalah bukanlah kebetulan. Juga, tempatnya sebagai petugas administrasi negara yang melayani warga sipil dengan cepat juga digunakan sebagai sindiran tentang petugas administrasi negara yang terkadang memiliki kinerja yang tak cepat.

Poin yang juga tak terlupakan di dalam film animasi milik Byron Howard dan Rich Moore adalah karakter-karakter yang menggemaskan. Sehingga, penonton pun akan berbondong-bondong mulai menyukai karakter-karakter di dalam film Zootopia. Sehingga, Zootopia sudah dapat menetapkan suatu brand yang kuat di mana dapat meningkatkan penjualan lewat merchandise yang dijual oleh Disney. Judy Hopps dan Nick Wilde akan menjadi idola terbaru, bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga untuk setiap penontonnya. 


Akan banyak sekali yang berusaha sinis dengan film-film animasi yang terkesan tak punya tujuan. Tetapi, banyak sekali film animasi generasi sekarang yang tak hanya menawarkan unsur senang-senang dan kekanak-kanakan. Zootopia adalah salah satunya, di mana dia memiliki tujuan dan motivasi yang kuat dengan isu-isu sosial berat tanpa melupakan kodratnya sebagai film animasi yang ditujukan sebagai untuk anak-anak. Hal itu tak ubahnya hanya untuk sebagai upaya dari Byron Howard dan Rich Moore untuk menumpulkan isu-isu sensitif itu dan menertawakan sindiran-sindiran tersebut. Sehingga, lagi-lagi Disney memiliki Zootopiamenjadi salah satu film animasi yang kuat sejauh ini.  


Film ini pun dirilis dalam format 3D dan IMAX 3D. Sayangnya, Indonesia tak kebagian format IMAX 3D. Maka, berikut rekapan format 3D-nya.

DEPTH
Disney selalu bermain-main dengan poin yang satu ini. Dan Zootopia adalah salah satunya yang memiliki kedalaman yang dahsyat. Apalagi dengan panorama-panorama indah di setiap sudut kota Zootopia

POP-OUT
Tak cukup banyak dan malah hampir tak ada sama sekali unsur ini di dalam filmnya. Ya, mungkin hanya beberapa saja di sepanjang 100 menit film ini.

Zootopia adalah salah satu film animasi tiga dimensi yang membuat penontonnya lupa dengan efek tiga dimensinya. Itu berkat konten dan keseruan yang ditawarkan oleh konten dari filmnya sendiri. Sehingga, coba saksikan Zootopiadalam format dua dimensi saja dan cari layar terbesar yang ada di kota anda.

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following