Skip to main content

BATMAN V SUPERMAN : DAWN OF JUSTICE (2016) REVIEW : The Wasted 151 Minutes


Benang merah yang porak poranda di setiap film-film adaptasi DC Comics menjadi sebuah keputusan bagi Warner Bros untuk membuat ulang setiap filmnya. Sehingga, Warner Bros akan memiliki satu franchise superheroes besar yang akan disajikan kepada penontonnya di setiap tahun. Banyak sekali film-film DC yang tak memiliki respon yang baik. Dan Warner Bros memulai line up baru dari karakter-karakter manusia super DC Comicsdari tahun 2013.
 
Man of Steel adalah line-uppertama dari DC Extended Universeyang digarap oleh Zack Snyder. Film ini mendapatkan respon positif dan negatif yang sama-sama seimbang. Meski begitu, raihan Box Office yang cukup besar membuat DC Extended Universe pun dengan segera mendapatkan lampu hijau. Maka, hadirlah sebuah film pengenalan selanjutnya yaitu Batman V Superman : Dawn of Justice. Alih-alih mengenalkan Batman secara mandiri, Zack Snyder menggarap Batman V Superman : Dawn of Justice yang sebenarnya memiliki resiko.

Setelah Man of Steel yang membuat penontonnya menjadi dua kubu, Zack Snyder pun lagi-lagi berulah lewat Batman V Superman : Dawn of Justice. Dengan adanya dua manusia super yang berada di dalam filmnya, jelas film ini membutuhkan banyak sekali penjelasan agar karakternya bisa memiliki relasi dengan penontonnya. Dan Zack Snyder penuh dengan ambisi dan keangkuhan di dalam Batman V Superman : Dawn of Justice yang sebenarnya menyerang dirinya sendiri. 


Batman V Superman : Dawn of Justice menceritakan bagaimana awal mula Bruce Wayne (Ben Affleck) mengenal sosok Kal-El (Henry Cavill) yang sedang berusaha menyelamatkan seisi kota. Tetapi, i’tikad baik dari Kal-El tak dipersepsi lain oleh Bruce Wayne yang menganggap bahwa Kal-El sedang berusaha memporakporandakan seisi kota Metropolis. Dan salah satu korbannya adalah bangunan milik Bruce Wayne yang hancur saat pertarungan itu.

18 Bulan kemudian, Kal-El yang sudah dipuja-puja oleh warga Metropolis ternyata dijebak oleh seseorang. Kal-El atau biasa dikenal oleh orang-orang sebagai Superman harus ditindak secara hukum. Hal itu karena salah seorang karyawan dari perusahaan milik Bruce Wayne yang menggugat Superman sebagai pelaku tindak kejahatan. Semua yang gugatan yang dilayangkan kepada Superman adalah ulah adu domba yang dilakukan oleh Lex Luthor (Jesse Eisenberg). 


Intrik politik yang dimiliki oleh Batman V Superman : Dawn of Justice ini tak dapat dipungkiri memang sangat menarik untuk diikuti. Dasar cerita dari Batman V Superman : Dawn of Justice ini sendiri memiliki konten yang kuat dan lebih menarik jika dibandingkan oleh Man of Steel, yang juga diarahkan oleh Zack Snyder. Batman V Superman : Dawn of Justice memiliki potensi menjadi sebuah film manusia super yang kuat dan segar bila diarahkan dengan sangat baik. Apalagi, Batman V Superman : Dawn of Justice adalah startup baru menuju DC Extended Universe.

Dengan durasi 151 Menit, Batman V Superman : Dawn of Justice harusnya memiliki banyak ruang untuk menggerakkan setiap cerita dengan baik. Sayangnya, ekspektasi agar Batman V Superman : Dawn of Justicetampil lebih prima dibandingkan dengan Man of Steel –terlebih dengan dasar cerita yang lebih kompleks –harus dikesampingkan. Naskah yang ditulis oleh Chris Terrio tak bisa tampil kuat dalam memvisualisasikan kompleksitas dasar cerita dalam komiknya. Sehingga, Plot cerita dalam Batman V Superman : Dawn of Justice tak dapat bergerak dengan dinamis.

Keperluan penonton adalah untuk mendapatkan penuturan cerita yang lebih lengkap agar dapat bersimpati dengan setiap karakternya. Sayangnya, Chris Terrio tak dapat menuliskan setiap detil cerita yang akhirnya filmnya pun terkesan memiliki babak di setiap bangunan ceritanya. Bukan hanya itu, motif setiap karakter pun semakin buram. Belum memiliki cara bertutur yang baik, naskah Batman V Superman : Dawn of Justice terlalu sibuk bermain-main dengan pesan simbolik yang diselipkan ke dalam naskahnya. 


Dengan pesan simbolik yang disampaikan, hal itu bisa jadi diharapkan dapat membantu bagaimana Batman V Superman : Dawn of Justice untuk bercerita tentang dunianya yang semakin kompleks. Nyatanya, hal tersebut tidak membantu apapun dalam penceritaan filmnya. Penonton membutuhkan penjelasan yang lebih konkrit tentang alasan Bruce Wayne dan Kal-El hingga saling bermusuhan. Sayangnya, hal tersebut tak terlihat dengan detil dan jelas.

Zack Snyder memasarkan filmnya untuk para pembaca komik dan kesalahannya adalah menganggap setiap penontonnya tahu setiap motif karakternya. Penonton yang bukan pembaca komik akan berusaha meraba sendiri alasan-alasan tersebut. Terlihat bagaimana setiap karakternya --baik protagonis maupun antagonis --tak memiliki urgensi untuk tampil dan ikut andil dalam setiap konflik di filmnya.  Hanya bermodal nama karakter manusia super yang sudah terpampang dalam posternya, bukan berarti penonton tak perlu tahu siapa mereka secara lebih jelas.

Lemahnya naskah dari Batman V Superman : Dawn of Justice pun tak berusaha ditutupi oleh Zack Snyder dalam sisi pengarahannya. Alih-alih menutupi, Zack Snyder terlihat terlalu asyik mengeluarkan easter egg yang ditujukan kepada fanboy komik DC untuk pemanasan menuju Justice League. Dengan adanya easter egg yang bermunculan tersebut, jelas terlihat bagaimana pretensiusnya Warner Bros dan DC untuk segera menampilkan seluruh pahlawannya tanpa perlu penjelasan lebih di setiap karakternya. Sehingga, 2 jam pertama milik Batman V Superman : Dawn of Justice adalah sebuah kekacauan besar milik Zack Snyder dalam bertutur. 


Dan beruntungnya, 20 menit terakhir film Batman V Superman : Dawn of Justice menyisakan pertarungan trio kawakan manusia super milik DC. Pertarungan final yang disajikan kepada penontonnya mungkin akan sedikit membangkitkan penonton non fans-nya yang butuh dihibur. Dengan visual efek yang masih digarap serius, jelas 20 menit terakhir adalah pembayaran penuh akan admisi tiket yang mereka bayar. Meskipun, sekali lagi dua manusia super yang menjadi andalan harus kalah saing dengan munculnya Wonder Woman.

Yang perlu dipertanyakan adalah ketika Zack Snyder tak memaksimalkan kamera IMAX yang ia punya untuk menyajikan 20 menit final battle dalam Batman V Superman : Dawn of Justice. Alih-alih terlihat menarik, Zack Snyder menggunakannya untuk terlihat lebih artistik dan puitis. Meski yang disajikannya hanyalah sebuah estetika artistik yang terlihat palsu dan dibuat-buat. 


Sebagai film dengan memasang nama manusia super paling mahsyur, Batman V Superman : Dawn of Justice tak memiliki presentasi yang memuaskan. Bagi para penggemar, jelas Batman V Superman : Dawn of Justice adalah sebuah movie event besar tahun ini. Tapi bagi para non-fan, Batman V Superman : Dawn of Justice adalah sebuah visualisasi yang sia-sia dan berantakan dengan dasar cerita yang sangat menarik. Hasilnya, tak ada rasa simpati yang dihasilkan oleh Snyder agar dapat terkoneksi dengan setiap karakternya apalagi dengan twist ending yang terasa sangat hambar. Batman V Superman : Dawn of Justice membuang potensinya dengan komposisi yang tak tertata. Sayang.

 

Film Batman V Superman : Dawn of Justice pun dirilis dalam format IMAX 3D, berikut hasil rekapan format IMAX 3D

DEPTH
Efek ini hanya tampil ketika filmnya direkam dengan kamera IMAX. Dan hal itu hanya tampil beberapa kali di dalam filmnya.

POP OUT
Pun dengan efek Pop Out, mungkin ada beberapa butiran salju dan asap yang muncul. Hanya saja, hal itu ada ketika adegannya sedang direkam dengan kamera IMAX.
Jika tak memiliki format IMAX di kota anda, lebih disarankan menontonnya dalam format dua dimensi saja agar tak pusing. Tetapi, jika memiliki teater IMAX perlu menyaksikannya dengan format ini untuk menambah pengalaman menonton yang maksimal. Meskipun, Batman V Superman : Dawn of Justice tetap memiliki presentasi yang lemah.

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following