Skip to main content

A COPY OF MY MIND (2016) REVIEW : Konstruksi Realita Jujur Kota Jakarta


Cita-cita aku ? Aku pengen punya home theatre sendiri biar bisa nonton film.” Sesederhana itu memang mimpi Sari, salah satu karakter utama dari film terbaru arahan Joko Anwar. Bukan menjadi hal tabu lagi bagi setiap orang untuk menaruh dan menggantungkan mimpi setinggi mungkin kepada sang Ibu Kota. Tujuannya sederhana, untuk memperbaiki kehidupannya yang belum bisa dikatakan terjamin. Dan merantau ke ibu kota menjadi salah satu opsi yang mereka gunakan. 

Keinginan banyak orang untuk hidup enak di kerasnya perjuangan di Ibu Kota memang tak mudah. Kehidupan mentereng yang disorot berlebih di berbagai drama rekonstruksi media menjadi salah satu dalih bagi mereka untuk semakin yakin merantau ke ibu kota. Maka, datanglah Joko Anwar yang menawarkan diri untuk memberikan visualisasi isu sosial tersebut tanpa berusaha mendramatisir. Alih-alih terlalu serius, Joko Anwar pun menjadikan proyeknya sebagai sebuah kisah cinta dua insan yang juga memiliki problematika serius dengan kehidupan keras kota Jakarta.

Salinan memori dari berbagai macam problematika di Ibu Kota ini diangkat dalam film terbaru Joko Anwar, A Copy of My Mind. Menggunakan karakter representatif yang disematkan pada Alek dan Sari ketika berusaha keras menjalani hidupnya dengan pekerjaan kecilnya yang mampu membuatnya bertahan hidup. Diperankan oleh Chicco Jericho dan Tara Basro, film ini pun melaju sebagai film unggulan Festival Film Indonesia dan beberapa festival film di dunia. 


Kehidupan keras di kota Jakarta membuat setiap penduduknya harus rela bekerja apa saja demi menghidupi dirinya. Entah, profesi hanya sekedar lalu lalang demi bertahan hidup setiap harinya atau menjadi sumber mata pencaharian andalan untuk kelangsungan kehidupan yang berkala. Dan Sari (Tara Basro) adalah salah satu yang menggantungkan hidupnya lewat profesinya menjadi pegawai salon. Hidupnya mungkin tidak bergelimang harta, tetapi Sari merasa nyaman dengan kesehariannya.

Ya, Sari sudah merasa bahagia asal dapat menonton film-film terbaru dari DVD bajakan yang dia beli di pusat grosiran. Sayangnya, kebahagiaannya yang sederhana pun diusik oleh kualitas teks terjemahan dari DVD yang ia beli. Merasa kesal, Sari mengembalikannya pada penjual yang secara tak sengaja bertemu dengan Alek (Chicco Jericho). Dia lah yang mengerjakan teks terjemahan dari DVD yang Sari beli. Pertemuannya dengan Alek pun mengubah banyak sekali cerita-cerita hidup Sari. 


Keterbatasan dari segi materil dari para karakter di dalam A Copy of My Mind ini adalah gambaran secara realistis kalangan proletar yang masih berlalu lalang di Ibu kota. Pun, dengan segala keterbatasan itu tak membuat para karakternya tak menemukan kebahagiannya. Dan dengan keterbatasan itu pula, bukan pula menjanjikan kehidupan yang tentram. Alek dan Sari akan menemukan problematikanya sendiri dan mereka akan berkembang seiring dengan bagaimana mereka menghadapi itu semua.

Sari akan terasa relevan dengan banyak sekali orang yang berusaha menggantungkan hidupnya mencari profesi impian yang tak kunjung datang. Dan berusaha memperkecil impian hanya untuk sekedar memiliki home theatre dan itu sudah lebih dari cukup. Ekspektasi setiap orang untuk mendapatkan peningkatan akan strata sosial mereka di Ibu Kota memang tak jarang yang tak sesuai. Dan A Copy Of My Mind memiliki karakter Sari sebagai representasi dari problematika itu.

Kerasnya kehidupan kota Jakarta memang membuat setiap orang menjadikan apapun sebagai profesi asal bisa memenuhi sandang, papan, dan pangan sebagai kebutuhan pokok mereka. A Copy Of My Mindpun berusaha untuk menyindir itu lewat karakter Alek yang melakukan pekerjaan yang terasa bias antara ilegal dan legal. Orang menikmati hasil dari apa yang dikerjakan oleh Alek tanpa mengetahui apa dampak yang mereka kontribusikan atas apa yang mereka konsumsi. 


Kedua masalah sosial yang direpresentasikan lewat Alek dan Sari ini dipadu padankan satu sama lain oleh Joko Anwar. Sehingga, A Copy Of My Mind membentuk sebuah keintiman problematika luar biasa yang terasa miris. Di atas problematika yang dialami oleh setiap karakter fiktif yang dibentuk oleh Joko Anwar, mereka akan mencari kebahagiaan yang sederhana yang akan terasa nyata dan menyentil sisi emosional penontonnya. A Copy Of My Mind akan terasa getir dan sekaligus indah untuk dinikmati.

Joko Anwar tak lagi merekonstruksi realita sekitarnya yang ada. Tetapi menjelaskan secara murni apa yang ada disekitarnya. A Copy Of My Mind berusaha menampilkan realita senyata mungkin kepada penontonnya untuk menghadirkan kedekatan secara emosional. Joko Anwar memang tak segamblang itu mengkritik aspek-aspek sosial yang perlu dibenahi di dalam filmnya. Jelas, bukan menjadi sebuah sajian yang mudah diakses bagi setiap orang apalagi dengan alur lambat selama 115 menit.


Akan menjadi tantangan bagi penonton yang tak terbiasa untuk memasuki bagaimana Joko Anwar bertutur lewat A Copy Of My Mind. Tetapi, akan muncul efek jangka panjang yang diinseminasi ke dalam pemikiran penontonnya bahwa A Copy Of My Mind bukan hanya sebuah film yang begitu mudah untuk dilupakan. Tempelan-tempelan sistem tanda dan lambang di dalam A Copy Of My Mind begitu kuat akan membutuhkan penonton yang aktif untuk menginterpretasi itu agar menjadi sebuah pesan yang utuh.

Terpaan adegan demi adegan di dalam film A Copy of My Mind seperti mengajak penontonnya agar tak terperangkap dalam sebuah jarum hipodermik, yang mana penonton sangat pasif menerima setiap konflik yang secara langsung ditujukan kepada mereka. Dan dengan itulah, A Copy Of My Mind secara tak langsung memberikan salinan jangka panjang kepada memori penontonnya. Bukan hanya sekedar menghantui, tetapi untuk diterapkan dan sebagai bahan renungan untuk memperluas pandangan kita tentang kesenjangan sosial yang masih terjadi begitu kental dan tak hanya di Ibu kota. 


Dengan kontruksi cerita dalam A Copy Of My Mind yang terasa begitu sederhana dibandingkan film-film Joko Anwar lainnya, tetapi efek yang dihasilkan oleh A Copy Of My Mind akan terasa signifikan. Bukan hanya sekedar sebuah pesan utuh yang langsung dijejalkan kepada penontonnya secara mentah-mentah. Tetapi, butuh keaktifan penonton untuk menata ulang pesan-pesan metaforik yang disebarkan di setiap adegan A Copy Of My Mind. Karakter-karakter representatif dan reka adegan yang realistis menjadi kekuatan utama A Copy Of My Mind. Bukan sekedar intrik, tetapi juga keintiman menarik dalam karya Joko Anwar yang sekali-kali menuruti egonya.
 

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following