Skip to main content

THE HUNGER GAMES : MOCKINGJAY PART 2 (2015) REVIEW : The Satisfying Finale [With IMAX 3D Review]


Perjuangan Katniss Everdeen, sang Gadis Api menuju pada babak terakhir. Setelah mendapatkan cerita yang menjembatani perjalanan terakhir dari Katniss Everdeen ini lewat Mockingjay Part 1 pada tahun 2014, jelas The Hunger Games : Mockingjay Part 2 adalah salah satu film yang sangat dinantikan di tahun ini. Penonton ingin mencari tahu bagaimana kelanjutan dari cerita Katniss Everdeen yang  ditutup dengan penuh pertanyaan di bagian pertama.
 
The Hunger Games : Mockingjay Part 2 kembali disutradarai oleh Francis Lawrence yang mulai dipercayai menangani seri ini lewat The Hunger Games : Catching Fire. Jennifer Lawrence pun tetap menjadi sosok Katniss Everdeen dan mentransfrormasi dirinya menjadi simbol aktris blockbuster yang memiliki efek besar. Jelas, sosok Katniss akan menjadi salah satu karakter yang berarti dalam rekam jejak pamor dari Jennifer Lawrence.

Di bagian pertama, Mockingjayberubah menjadi sebuah drama penuh intrik politik yang membuat sebagian orang kurang menyukai film ini. Mockingjay Part 1 hanyalah sebuah cerita pengenalan atas konflik-konflik yang akan dihadapi oleh Katniss Everdeen di bagian kedua. Di bagian kedua ini, segala konflik yang sudah dilontarkan di bagian kedua diberi sebuah konklusi yang juga mengakhiri seri ini. Dan The Hunger Games : Mockingjay Part 2 menjadi sebuah seri penutup yang masih memuaskan dan menyenangkan untuk diikuti. 


Setelah Peeta (Josh Hutcherson) berhasil diselamatkan, dia menyerang Katniss (Jennifer Lawrence) dan membuat hubungan mereka merenggang. Peeta dicuci otak oleh Presiden Snow (Donald Sutherland) agar memusuhi Katniss. Hal itu jelas membuat Katniss terpukul dan semakin menguatkan misinya untuk membunuh presiden Snow dengan tangannya sendiri. Presiden Alma Coin (Julianne Moore) tetap tak mau untuk mengirim Katniss langsung untuk menyerang Snow.

Tetapi, Katniss tetap tak mau tahu dan dia pun berusaha agar dia bisa pergi ke Capitol untuk menyerang Snow. Naas, ketika Snow tahu akan rencana Katniss beserta teman-temannya untuk menyerang Capitol untuk membunuhnya. Dia sudah menyiapkan berbagai perangkap di sekitar kota Capitol agar dapat membunuh Katniss dan timnya. Hal itu pun semakin membuat perjuangan Katniss untuk membunuh Snow semakin mendapatkan tantangan. 


Menjadikan satu buku menjadi dua bagian film memang menjadi sebuah tren yang diawali oleh Harry Potter and The Deathly Hallows. Memang, dengan formula itu akan dirasa efektif oleh rumah produksi untuk mendatangkan banyak keuntungan bagi mereka. Mockingjay adalah salah satu yang menggunakan formula itu. Buku ketiga dari Suzanne Collins ini pun dibagi menjadi dua bagian film yang sebenarnya akan menjadi sangat riskan untuk performa filmnya.

Nyatanya adalah Mockingjay hanya memiliki satu konflik besar yang sebenarnya tak begitu rumit. Maka, keputusan untuk dipecah menjadi dua bagian hanyalah gimmickdari sang rumah produksi untuk mendatangkan keuntungan. Dengan adanya dua bagian itu, jelas problematika yang besar adalah bagaimana menyamaratakan performa di dalam filmnya. Isu plot itu jelas jurang besar bagi pamor seri The Hunger Games yang menjadi salah satu seri adaptasi novel young-adult yang kuat.

Di bagian kedua, The Hunger Games : Mockingjay Part 2 tidak lagi memiliki konflik yang signifikan. Segala konflik yang ada di dalamnya hanyalah jawaban dari konflik yang sudah ditawarkan di bagian pertama. Jelas, ini adalah tantangan yang besar bagi sang sutradara untuk mengemas Mockingjay Part 2agar tetap menjadi sebuah film yang tak terasa sia-sia untuk dipecah menjadi dua bagian. Francis Lawrence benar-benar berusaha keras untuk menyingkirkan paradigma itu. 


Kata ‘Aji Mumpung’ memang tak bisa terelakkan ketika Mockingjaydibagi menjadi dua bagian. Tetapi, Francis Lawrence membuktikan bahwa Mockingjay Part 2 tetap menjadi sajian yang sangat menggugah minat penontonnya untuk mengikuti filmnya hingga akhir. Mockingjay Part 2  mengubah warna cerita menjadi cenderung lebih gelap dan murung. Sang sutradara berusaha kuat untuk menghadirkan nuansa cerita penuh intrik politik yang lebih kental.

Jelas, berubahnya warna cerita itu adalah kekuatan dan potensi besar dari Mockingjay Part 2. Sehingga, seri-seri The Hunger Games bukan hanya sebuah film fantasi petualangan remaja yang hanya lalu. Tetapi, memberikan pendalaman lebih tentang propaganda politik yang dapat dikaji lebih lagi. Representasi kediktatoran pemimpin yang mempermainkan bawahannya yang terlihat secara implisit lewat karakter-karakter seperti Snow ataupun Alma Coin.

Mockingjay Part 2 memberikan sebuah final battle yang berhasil membangun suasana mencekam. Dan sang sutradara berhasil benar untuk menghadirkan hal-hal itu sehingga bagian kedua dari Mockingjay ini tak terasa monoton bagi sebagian penonton.Banyak beberapa bagian dari Mockingjay Part 2yang berhasil membuat penontonnya keasyikan menonton petualangan dari Katniss Everdeen dalam perjalanannya menuju kota Capitol. Anggap saja, di bagian kedua adegan pertarungan itu adalah penebusan dosa dari bagian pertama yang sangat minim akan hal itu. 


Francis Lawrence tak terlihat terlalu asyik untuk memberikan pendalaman lebih kepada karakter-karakter yang ada di seri The Hunger Games yang semakin lama terlihat semakin manusiawi. Pun, lewat naskahnya, The Hunger Games : Mockingjay Part 2 memiliki dialog-dialog sarkastik terhadap otoritas pemimpin dan permainan propaganda politik yang tampil secara implisit dan dibutuhkan interpretasi yang kuat dari penontonnya agar pesan yang dimaksudkan dapat tersampaikan. Dan hal itu lah yang menjadi poin plus lagi dari seri Mockingjay Part 2.

The Hunger Games : Mockingjay Part 2 jelas mengajak penontonnya berpikir tentang kebenaran yang kita bela. Adanya pro dan kontra di dalam memilih kebenaran jelas sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Sehingga, perlu adanya tanggung jawab atas apa yang kita pilih tentang sesuatu yang kita anggap benar. Dan representasinya lewat karakter Alma Coin dan Snow, polemik pemilihan pemimpin yang bersih adalah salah satu isu yang diangkat oleh The Hunger Games : Mockingjay Part 2 yang dirasa akan relevan di berbagai belahan dunia.

Tak dipungkiri lagi, The Hunger Games : Mockingjay Part 2 memiliki nilai-nilai produksi dengan estetika berkelas. Lewat tata kostum, artistik, dan teknik pengambilan gambar yang menarik menjadi kelebihan lain dari seri ini semenjak Catching Fire. Juga, performa luar biasa tetap dihadirkan oleh Jennifer Lawrence sebagai karakter Katniss. Dia jelas sosok aktris aset Hollywood yang berhasil menjadi ikon film blockbuster. Jennifer Lawrence dapat menghadirkan segala bentuk emosi di dalam setiap adegan sehingga The Hunger Games : Mockingjay Part 2 tak hanya sebuah franchise kosong. 


Dengan pembelahan dua bagian dalam adaptasi buku terakhirnya, jelas tak dapat dipungkiri bahwa The Hunger Games : Mockingjay Part 2 memiliki permasalahan lewat pengembangan plot yang sangat minimalis. Tetapi, Francis Lawrence berusaha keras untuk mengarahkan seri terakhirnya ini tetap menjadi sebuah film penutup yang memiliki presentasi yang kuat. The Hunger Games : Mockingjay Part 2 tetap menghadirkan sebuah petualangan Katniss untuk berhadapan dengan presiden Snow yang penuh akan intrik politik yang menarik dengan warna cerita yang murung. Tetapi, itulah potensi dari Mockingjay Part 2 sehingga dapat menjadi seri penutup yang memuaskan.


Di wilayah asia, film ini dirilis dalam format IMAX 3D dan berikut adalah review dari format tiga dimensi lewat layar IMAX

DEPTH

Hasil konversi format IMAX 3D tak berhasil memberikan kedalaman film yang menarik. Sehingga, rasanya kedalaman The Hunger Games : Mockingjay Part 2hanya terasa seperti film dua dimensi.

POP OUT
Tak ada sama sekali efek Pop-Out yang mewarnai The Hunger Games : Mockingjay Part 2. Sehingga jelas akan terasa pointless untuk disaksikan dalam format tiga dimensi.


The Hunger Games : Mockingjay Part 2 dikonversi menjadi sebuah film tiga dimensi berformat IMAX yang tak memiliki pengaruh signifikan di dalam filmnya. Sehingga, menyaksikan The Hunger Games : Mockingjay Part 2 dalam format ini hanyalah sebuah gimmick lagi dari rumah produksi untuk mengeruk keuntungan. Sehingga, sangat berharap film ini hanya dirilis dalam format IMAX dua dimensi.

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following