Skip to main content

ANT-MAN (2015) REVIEW : Small Size, Big Things


Setelah menuju akhir fase keduanya lewat Avengers : Age of Ultron, Marvel tak henti-hentinya untuk membuat dunia sinematik yang lebih besar lewat fase ketiga. Setelah menambah karakter superhero di fase kedua lewat Guardians of The Galaxy, fase ketiga akan menambah beberapa barisan karakter superhero baru yang akan ikut serta membasmi kejahatan di kubu Avengers. Dan salah satu karakter manusia super pertama yang dikenalkan oleh Marvel adalah Ant-Man.

Karakter manusia super baru ini jelas akan terasa asing di mata penontonnya, layaknya film Guardian of The Galaxy kala itu. Ditambah lagi, akan terdengar menggelikan ketika tahu ada manusia super yang berubah ukuran sekecil ukuran semut. Tetapi kembali lagi, ketika ini adalah produk milik Marvel yang diproduseri oleh Kevin Feige, maka tak ada yang tidak mungkin menarik minat penonton untuk menyaksikan filmnya.

Film manusia super terbaru ini diarahkan oleh Peyton Reed yang menggantikan Edgar Wright yang seharusnya berada di posisi sutradara. Hanya saja, Edgar Wright tak serta merta meninggalkan proyek Ant-Man ini, bersama Joe Cornish dia tetap mendapat kesempatan sebagai penulis naskah untuk kisah manusia semut satu ini. Dengan premis yang terlihat nyeleneh ini, rasanya tepat untuk memberikan porsi bagi Edgar Wright dan Joe Cornish sebagai penulis naskah yang kiranya dapat menyokong keanehan manusia super satu ini. Tetapi, tetap bercitarasa Marvel lewat arahan Peyton Reed.


Hank Pym (Michael Douglas) menciptakan sebuah formula dan perlengkapan terobosan baru. Hal tersebut dapat membuat manusia berubah menjadi seukuran semut tetapi dengan kekuatan yang sangat besar. Hanya saja, proyek milik Hank Pym ini tersendat oleh beberapa kasus. Sehingga beberapa puluh tahun kemudian, Pym Tech –perusahaan milik Hank Pym –mendapatkan pimpinan baru yaitu Darren Cross (Corey Stoll) yang ingin membuat proyek mirip dengan milik Hank Pym.

Pym yang sudah lama mencari seseorang yang pantas membawa tanggung jawab atas perlengkapan supernya, menemukan seseorang dengan catatan kriminal papan atas, Scott Lang (Paul Rudd). Terkenal lewas kasusnya yang meretas Vista Corporation yang memiliki tingkat keamanannya yang tinggi. Dia kembali merampok demi memenuhi kebutuhan anaknya dengan mantan istrinya. Dan secara tak sadar, itu adalah tes untuk menjadi seorang Ant-Man yang dilakukan oleh Hank Pym dan anaknya, Hope (Evangeline Lilly).


Menjadi salah satu produk Marvel yang beresiko, jelas tak mudah untuk memperkenalkan Ant-Man kepada khalayak umum. Guardians of The Galaxy pun memang terdengar asing, tetapi premis dari filmnya masih bisa kita temui lewat Star Trek atau pun Star Wars. Berbeda dengan Ant-Man yang memiliki dasar yang lebih unik dan akan terlihat kesusahan untuk menemukan pasarnya. Tetapi, apa yang tidak mungkin jika proyek ini adalah proyek milik Marvel untuk memperluas dunia sinematik di fase terbarunya.

Ant-Man berhasil melampaui ekspektasi dan kekhawatiran dari para penikmat film yang takut tak akan bisa untuk bernegosiasi dengan premis unik milik Ant-Man. Film ini memang memiliki konflik yang terlihat lebih personal dibandingkan dengan film-film manusia super lain milik Marvel. Ant-Man memiliki konflik dengan skala yang lebih kecil layaknya seekor semut. Apa yang memengaruhi plot cerita hanya seputar konflik keluarga dan rekan bisnisnya tanpa ada impact dari villain untuk menguasai dunia.

Meski Ant-Man akan terlihat menjadi manusia super berukuran kecil, tetapi filmnya memiliki banyak sekali poin yang terasa sangat besar. Dengan konflik yang lebih sempit dan premis yang lebih unik, kedua hal ini lah yang ternyata yang menjadi kelebihan dari Ant-Man. Film arahan Peyton Reed ini bisa menggabungkan sebuah Heist movie dengan tema manusia super dan juga tak lupa konflik keluarga dengan takaran yang pas. Sehingga, Ant-Man memiliki kuantitas hati yang terasa lebih besar ketimbang film-film Marvel lainnya.


Edgar Wright dan Joe Cornish pun memiliki naskah yang mampu menggelitik penontonnya tanpa perlu kehilangan identitas mereka di dalam film-film sebelumnya. Hanya saja, tentu Edgar Wright dan Joe Cornish tidak bisa tampil se-eksperimental mungkin seperti film yang mereka garap sendiri. Jelas, ini karena Marvel membutuhkan sesuatu yang lebih terasa universal terlebih untuk karakter manusia super baru yang belum memiliki pangsa pasar yang jelas.

Naskah milik Edgar Wright dan Joe Cornish selalu bisa menghadirkan humor-humor pintar dan padat tanpa perlu terasa memaksa. Guyonan sarkastik menjadi andalan bagi Edgar Wright tetapi sangat berhasil membuat penonton sangat terhibur saat menonton Ant-Man. Juga, berbagai tata adegan yang mampu bergerak sangat dinamis dengan berbagai tempelan subplot cerita yang malah tak membuat Ant-Man menjadi sajian yang tersendat-sendat.
Dan Peyton Reed hadir untuk mengarahkan film Ant-Man menjadi sajian yang sangat menyenangkan. Menawarkan sesuatu yang malah terlihat segar dengan film yang menggunakan template yang sudah terasa familiar bagi penontonnya. Ant-Man memiliki sekuens aksi yang berbeda, meski terlihat besar, tetapi dipresentasikan dengan skala ukuran yang kecil. Dan hal tersebut pun, tak lantas menjadi suatu kelemahan bagi Ant-Man untuk menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan untuk diikuti.


Dengan Paul Rudd sebagai aktor utama, Ant-Man sangat terasa pas dengannya. Dia berhasil menghadirkan suasana komedi tanpa perlu berusaha keras menjadi seseorang yang konyol. Meski begitu kharismanya sebagai manusia super tetap ada di dalamnya. Dan Michael Pena yang juga berhasil menjadi pemeran pendukung yang mencuri perhatian penontonnya. Lewat karakternya, dia menjadikan Ant-Man menjadi sesuatu yang mengocok perut penontonnya.

Meski memiliki ukuran mikro seperti seekor semut, Ant-Man memiliki sesuatu yang sangat besar di dalamnya. Hadir lewat premisnya yang unik, naskah yang dinamis, dengan arahan yang tepat sehingga Ant-Man menjadi salah satu film Marvel yang sangat menyenangkan untuk diikuti. Pun, Ant-Man memiliki kuantitas hati yang akan terasa lebih besar daripada film Marvel lainnya. Dengan konfliknya yang personal dan lebih sempit, tak menjadikan Ant-Man tak bisa sebesar film-film Marvel sebelumnya. Dan ini adalah Penutup yang bagus bagi Marvel Cinematic Universe Phase 2.

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following