Skip to main content

FILOSOFI KOPI (2015) REVIEW : Refleksi Dalam Secangkir Kopi


Seperti tak akan ada habisnya, adaptasi dari karya legendari milik Dewi Lestari kembali mewarnai perfilman Indonesia. Supernova : Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh baru saja menyapa penontonnya di akhir tahun 2014 lalu dengan adaptasi yang masih kacau balau. Maka, kali ini giliran buku kumpulan cerita pendek milik Dewi Lestari, Filosofi Kopi, mendapatkan perhatian dari salah satu sineas Indonesia untuk dijadikan sebagai sebuah gambar bergerak.
 
Proyek ini mendapat antusias tinggi karena berada di tangan yang setidaknya sudah memiliki kredibilitas di bidangnya. Angga Sasongko, sutradara yang menangani Filosofi Kopi ini telah berhasil menelurkan karya-karya yang gemilang. Apalagi, Cahaya Dari Timur : Beta Maluku berhasil memenangkan Piala Citra dalam kategori Film Indonesia Terbaik. Maka, tak salah jika Filosofi Kopi akan dinanti-nantikan oleh para penikmat film Indonesia. 


Filosofi Kopi yang berawal dari sebuah cerita pendek Dewi Lestari ini menceritakan tentang sepasang sahabat bernama Ben (Chicco Jericho) dan Jody (Rio Dewanto). Mereka telah bersahabat sejak mereka masih berumur belia. Hingga suatu hari, mereka memutuskan untuk membuka kedai kopi yang didasari oleh bagaimana Ben menguasai segala jenis kopi. Jody pun hanya menangani bagian finansial dari kedai kopi tersebut yang dinamai Filosofi Kopi.

Tetapi, sebuah tantangan muncul dari seorang pelanggan yang ingin tahu kehebatan dari Ben. Dia memberikan tantangan agar Ben membuat sebuah kopi paling enak yang pernah ada. Tantangan itu disetujui Ben karena imbalan yang diterimanya begitu menggiurkan. Ben menghabiskan berhari-hari untuk meracik kopi terenak yang pernah ia buat. Setelah berhasil membuat kopi terenak versinya, seorang perempuan bernama El (Julie Estelle) mematahkan harapan Ben karena merasa ada yang lebih enak daripada kopi buatannya. 


Kesalahan sebuah film adaptasi adalah selalu memaksakan kehendak untuk setia terhadap sumber aslinya. Dan sekali lagi, medium untuk menyampaikan sebuah pesan lewat tulisan dan gambar jelas sesuatu yang berbeda. Akan ada sedikit perubahan yang dibutuhkan agar apa yang ditampilkan ke dalam sebuah gambar bergerak ini memiliki ruang gerak yang lebih luas tetapi padat dibandingkan sebuah buku atau cerita pendek.

Filosofi Kopi ini seperti tahu benar apa arti kata ‘adaptasi’ yang dimaksudkan untuk filmnya. Bukan hanya serta merta memindahkan setiap paragraf di dalam cerita pendek ke dalam naskah filmnya. Akan ada improvisasi dari Jenny Jusuf, selaku penulis skenario, untuk mengembangkan karakter-karakter yang memiliki cerita terbatas di dalam cerita pendeknya ke dalam naskah miliknya. Hal ini menjadi sangat bagus karena karakter Ben dan Jody menjadi sebuah karakter yang multidimensional.

Tak hanya berhasil membuat karakter-karakter yang akhirnya lebih multidimensional, pun juga memiliki dialog-dialog filosofis yang lebih dinamis. Jenny Jusuf tahu benar bagaimana mengadaptasi sebuah cerita pendek lawas milik Dewi Lestari dengan konflik-konflik yang memiliki relevansi dengan apa yang ada di sekitarnya. Jenny Jusuf dapat mengemas tren atau konflik masa kini tanpa lupa bahwa dia masih didasari dari konflik yang ada di dalam cerita pendek milik Dewi Lestari. 


Bagaimana pun juga, penentu dari segala jenis aspek di dalam film ini adalah Angga Sasongko selaku sutradara. Dan sekali lagi, Angga Sasongko menyanggupi segala ekspektasi dari penontonnya yang mengharapkan sebuah adaptasi yang bagus. Filosofi Kopi tak hanya sekedar membicarakan kedua orang sahabat dengan konflik kedai kopi mereka saja. Tetapi, ada sesuatu yang lebih dalam yang coba ditawarkan oleh Angga Sasongko dengan jalinan emosinya yang begitu kuat.

Angga Sasongko berhasil benar menjadikan Filosofi Kopi ini menjadi sebuah adaptasi yang sangat solid. Dengan konten yang ringan, Filosofi Kopi masih bisa menunjukkan performanya yang sangat prima. Meski ringan, akan ada simbol-simbol yang diselipkan untuk membahas Kopi dengan lebih dalam. Layaknya sebuah kehidupan, Kopi tak selalu terasa manis di lidah tetapi akan ada sisi pahit yang juga harus dirasakan oleh penikmatnya dan itulah hal yang ingin disampaikan Angga Sasongko di film ini. 


Tujuan Jenny Jusuf untuk membuat karakter Ben dan Jody menjadi lebih multidimensional adalah keputusan yang tepat untuk mengibaratkan setiap karakternya dengan Kopi sebagai medium refleksinya. Ben dan Jody pun tak melulu memiliki sifat manis yang gampang untuk dikagumi tetapi akan ada latar belakang yang pahit sebagai sokongannya. Sifat mereka yang saling bertolak belakang pun menjadi salah satu kekuatan film ini.

Ben yang berpegang teguh akan idealismenya, tetapi akan selalu ada Jody yang mencoba membangunkan Ben dengan sifatnya yang realistis. Dan begitulah manusia, bagaimana tetap ingin menjalankan apa yang menurutnya sesuai dengan kemauannya tetapi tetap mempertimbangkan segala aspek yang akan menjadi dampaknya. Tetapi, jika kedua sifat ini saling jalan berdampingan, tentu diri seseorang akan jauh lebih kuat. 

Kekuatan Angga Sasongko dalam mengarahkan film ini memang patut diacungi jempol. Berkatnya, Chemistry antara Chicco Jericho dan Rio Dewanto pun berhasil keluar dengan sangat baik di layar perak. Mereka pun seperti benar-benar sudah berteman sangat lama di kehidupan nyata. Akan terasa bagaimana Rio dan Chicco sangat menikmati bekerja bersama Angga Sasongko dalam satu proyek film. Pun, didukung segi teknis yang menghadirkan panorama-panorama indah juga dilengkapi soundtrack manis yang semakin meyakinkan Filosofi Kopi sebagai sebuah film dengan paket komplit.


Segala manis dan pahit akan selalu hadir di dalam hidup seseorang dan hal itu menjadi tujuan utama dari film Filosofi Kopi. Jenny Jusuf dan Angga Sasongko berhasil berkolaborasi dalam mengadaptasi sebuah karya lawas dari Dewi Lestari dengan berbagai pembaharuan yang akan terasa relevan dengan zaman sekarang. Filosofi Kopi memanfaatkan benar dalam mengartikan arti kata ‘adaptasi’ di dalam filmnya. Filosofi Kopi ini adalah karya Idealis dari Angga Sasongko tetapi dengan kemasan yang realistis, layaknya Ben dan Jody.
 

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following